Pendidikan yang berbasis di
rumah, sebenarnya kuncinya adalah Ayah. Lelaki itu sebagai Qawwam yang mana ia
tidak hanya berkuasa tapi juga berkewajiban untuk memandu ataupun membimbing
sampai akhir hayatnya. Peduli pendidikan dari rumah adalah sebagai sustansinya.
Yang mana menjadikan rumah sebagai titik tolak dalam pengendalian pendidikan.
Otaknya atau grand desain berasal dari rumah, tapi mau melakukan pendidikan
dimana saja itu tidak masalah.
Kualitas pendidikan di Indonesia
itu memang tidak menggembirakan. Karena kita mengalami ketertinggalan dari segi
bahasa (ilmu alat) dan science. Minat baca yang rendah menunjukkan learning
capability nya / kemampuan belajar kita lemah. Dari segi akhlak pun menyedihkan,
misal mencontek. Di Qatar pakta integritas yang utama yaitu terkait mencontek/
plagiarisme/ mencopy bisa dikeluarkan dari kampus.
Salah Kaprah Pendidikan
Hal yang sangat disayangkan dari pendidikan
yaitu morallitas lemah- value tidak jelas- skill ngga dapet. Berikut ini
kesalah kaprahan dalam kependidikan.
1. Menganggap ilmu tidak penting dan terbiasa hidup pada sistem
yang tidak logis. Orang yang seharusnya jadi korban, justru dia menjadi
tersangka. Hal-hal tersebut membangun alam bawah sadar mengenai keraguan
kebenaran yang logis. Atau dalam pengertian lainnya bahwa kita ragu dengan cara
berfikir kita lalu terbangun mitos-mitos pada diri misal dari pada pintar tapi
miskin jadi lebih baik saya kaya tapi
menghalalkan segala cara. Sehingga berdampak pada masalah mental. Sayangnya
yang dinilai itu bukan keilmuan tapi sekedar materi yang dikumpulkan.
2. Who you are, who knows you adalah sesuatu hal yang dianggap
paling penting dari pada what you know dan what can you do. Budaya masyarakat
yang tidak merit-based akan berakibat fatal pada kultur belajar
3. Orientasi sekolah dan bukan belajar. Seseorang yang orientasinya
belajar maka akan menghasilkan kompetensi, waktu yang seumur hidup, dan proses
yang variatif. Sedangkan orang yang orientasinya sekolah adalah ijazah,
berbatas waktu, dan proses formal.
4. Pendidikan model sirkus. Misal menganggap anak disamakan dengan
binatang sirkus. Jika anak melanggar di pecut dan jika berhasil memberi reward.
Misalnya orang tua meminta anaknya untuk membaca Al-Qur’an dan Sholat setiap
hari. Lalu ketika ia berhasil, kita memberikan di reward tapi saat dia gagal
lalu kita memberikan hukuman tapi kita tidak menjelaskan value/urgensi
pemaknaan dari membaca Al-Qur’an dan Sholat ini kepada anak. Kondisi itulah
yang membuat orang tua seolah-olah memperlakukan anaknya tidak sebagai manusia
dan justru memperlakukannya sebagaimana binatang sirkus.
5. Pola Pendidikan parsial (tidak terintegrasi). Padahal Pendidikan
tidak bisa dipisah-pisah atau dipecah-pecah.
Pentingnya Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Peran orang tua sebetulnya tidak
bisa digantikan oleh siapapun. Bagaimanapun juga, anak adalah amanah untuk
orang tuanya. Ketika seseorang meninggal maka terputus seluruh amalnya kecuali
(salah satunya) anaknya yang sholeh yang mendo’akan orang tuanya. Disitulah
pentingnya mendidik anak, agar anak menjadi sholeh. Mengarahkan anak itu sangat
sulit dilakukan di sekolah karena terlalu banyak murid sehingga sulit bagi guru
untuk mengarahkan / memberikan pola aktivitas anak sesuai karakternya. Orang
tua adalah tempat mengadu dan berlindung. Kalo anak tidak dekat dengan orang
tua, maka hal itu harus dievaluasi. Orang tua yang Pendidikan terakhirnya S1,
pada dasarnya bisa mengajar anaknya sendiri setidaknya sampai dia SMP.
Model Pendidikan Terintegrasi
1. Value: value apa yang akan ditanamkan dalam pendidikan anak-anak
dikeluarganya. Value utama kita adalah iman.
2. Character: Kepribadian adalah bentuk yang lebih konkrit dari
pada value. Kepribadian ini berbentuk sifat-sifat atau karakter dalam jiwa si
anak, misal adab. Puncak karakter adalah takwa yang mana ini harus dibangun
terus.
3. Knowledge: Ketika kita langsung memulai dari knowledge kemudian
meninggalkan value dan character maka si anak akan sulit berkembang. Karena ia
akan mempertanyakan apa tujuan dari aktivitasnya dan dia tidak tahu value yang
tuju serta karakter atau adab di setiap aktivitasnya, dikarenakan tidak ada
yang membahas hal tersebut lalu tiba-tiba langsung ke knowledge. Pada intinya,
knowledge harus dibangun di atas value dan character. Jika dia tidak dibangun
di atas dua hal tersebut maka dia akan menjadi bola liar yang tidak akan pernah
optimal.
4. Skill: Knowledge ini nanti berintegrasi menjadi skill (tidak
hanya sekedar mengetahui tapi juga menguasai). Pendidikan Indonesia cenderung
menjejali siswanya dengan ilmu tapi tidak dibarengi dengan skill yang mana itu
menjadi proses yang tidak divalidasi. Misal: anak diminta mempelajari tentang
ukuran kolam renang dan gaya-gaya dalam berenang, tapi dia tidak bisa berenang.
Islam: segala ibadah yang tidak bertentangan dengan syariat.
5. Action: Action ini pemahaman aksi islam dalam artian luas. Action
ini merupakan manfaat yang di wujudkan karena adanya value. Aksi ini pada
akhirnya berupa ikhsan yang merupakan hasil akumulasi pemaknaan dari value
(keimanan kepada Allah dan hari akhir), character (takwa yang berupa proses dan
dibangun terus), knowledge, skill, dan action.
Kelima proses
pendidikan ini harus terus menerus berlangsung sampai akhir hayat.
Alternatif Home Based Education
1. Active Parent
2. Home School:
-
Full outsourced Home
School: Seperti sekolah tapi fleksibel
-
Home Tutor Home School:
Memanggil guru ke rumah
-
Full self Home School
5K Reformasi Pembelajarn
1. Konteks: Ketika siswa melakukan pembelajaran maka dia harus tau
tujuannya apa, bisa membuat apa, cita-citanya seperti apa, kenapa harus belajar
dan kenapa harus dipelajari. Misal belajar matriks yang menghitung manual,
padahal esensi dari matriks itu satu paket dengan belajar computer. Seringkali
kita belajar/ menghafalkan banyak hal tapi konteksnya tidak ada. Misal seorang
ayah seharusnya berbicara / dialog nilai-nilai keimanan dalam islam kepada
anaknya. Dari situ nanti lalu bisa menjelaskan mengapa harus sekolah, mengapa
harus belajar, lau orang tua mengecek apakah anak berkompeten atau tidak. Jika si
anak belum berkompeten maka orang tua yang mencarikan guru agar ia bisa
berenang.
2. Konten: konten ini terkait penguasaan tambahan. Padahal guru seharusnya
bisa lebih luas mengenai bahan yang dipelajari
3. Karakter: Kareakter ini terkait cara belajar yang berbeda-beda.
Pada setiap orang akan lebih mudah dan nyaman jika belajar dengan karakternya
masing-masing
4. Kompeten: Target pembelajaran harus berupa kompetensi. Setelah
dia mempelajari harusnya dia tahu dan paham yang dipelajari dan bukan sekedar mendapat
nilai yang baik. Misal karena guru ditarget agar nilai siswanya tidak jelek
lalu nilai itu dikatrol. Tapi ketika si anak ditanya tentang penguasaan
pelajaran tersebut, ia tidak bisa apa-apa.
5. Kontinyu: Fungsi pembelajaran itu sebenarnya bukan di nilai tapi
dilakukan terus menerus sepanjang hidup.
5K Pembelajaran dan Peran Orang Tua
Kata Kunci |
Yang bisa dilakukan orang tua |
|
Active Parent |
Home Schooling |
|
Konteks |
Menjelaskan hubungan antara materi pelajaran/ Pendidikan, manfaat
mempelajari suatu materi. Dialog terkait nilai |
|
Konten |
Menilai dan memperbaiki konten |
+ Mengajar |
Karakter |
Menilai karakter anak dan mencari metode belajar dan tutor yang tepat |
+ Membimbing anak melalui aktivitas yang sesuai dengan karakter anak |
|
Mengarahkan dan memberikan contoh
dalam pendidikan karakter |
|
Kompeten |
Mengarahkan latihan dan tes kompetensi yang tepat |
+ Memberikan konten yang mengarah kepada kompetensi dan menguji
langsung kompetensi anak. |
Kontinyu |
Membangun budaya inovasi dan belajar itu dibangun di rumah |
Keterangan:
1. Konteks: Ortu harus bisa mengajarkan tentang jawaban mengapa dan
keterkaitan antar ilmu
2. Kontinyu: Orang tua harus menunjukkan dan mengajarkan bahwa
belajar itu sepanjang hidup
Target Kompetensi Home Schooling
Dalam HS, pelajaran akademiknya itu hanya sedikit, berbeda
dengan sekolah negeri yang pelajaran akademiknya banyak. Dalam HS memba
1. Nilai dan Karakter
a.
Orientasi hidup
b.
Nilai keluarga
c.
Dialog dan musyawarah
Belajar tidak selalu berbasis buku, tapi bisa lewat
dialog dan interaksi bersama.
2. Akademik:
a.
Logika
b.
Bahasa
c.
Pengetahuan Umum
d.
Self-learn Capability
3. Sosial
a.
Pertemanan
b.
Kontribusi Sosial
Persiapan Home Schooling
Yang paling penting yaitu
komitmen suami istri dan anak selalu diajak komunikasi tentang homeschooling.
Seringkali anak sulit di home schooling kan ketika memiliki aspek negative (kecanduan
gadget, kecanduan game, kecanduan porno, dll) yang masih ada dalam dirinya.
Harus diberikan pemahaman kepada anak mengenai mengapa dia harus home
schooling.
1. Orang tua: Disiplin pribadi, siap belajar, siap waktu, siap
finansial, dan komitmen suami istri
2. Anak: komunikasi dengan anak, tidak aspek negative, dan kenali
anak.
3. Lingkungan: Ruang belajar yang layak, sarana pendukung, dan
lingkungan sosial.
Kunci Home Schooling
Kunci utama home schooling
sebetulnya yaitu tidak pernah menyerah dan selalu mencoba.
1. Sering melakukan reorientasi: ikhlas dan berfikir jernih serta
orang tua memberikan contoh agar anaknya menirukan rutinitas dari orang tuanya.
2. Belajar, belajar, belajar(berlaku untuk orang tua)
3. Memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. Jangan banyak membuang
waktu. Mukmin itu menjauh dari sifat yang tidak bermanfaat
4. Disiplin diri dan disiplin dalam mendisiplikan.
5. Rapat keluarga yang dilakukan secara rutin. Setidaknya seminggu
1 kali atau satu bulan 2-3 kali. Misalnya dilakukan setelah isya.
Mengkomunikasikan dan mengevaluasi visi, program keluarga. Instrument ini
adalah yang digunakan agar keluarga kompak. Untuk melaksanakan hal ini bisa
dilakukan dengan sewa tempat.
6. Do’a
7. Realistis dan bersyukur. Pada akhirnya, apapun yang kita
dapatkan adalah hal terbaik yang Allah berikan untuk kita.
Jangan Lakukan Home Schooling Jika
1. Hanya sebagai pelarian dari kesulitan belajar anak di sekolah
(legitimasi untuk malas sekolah). Home schooling itu bukan pelarian tapi hal untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih besar.
2. Hubungan emosional buruk dengan anak
3. Sama sekali tidak punya waktu di rumah
4. Anak menyimpan masalah moral serius
5. Suasana di rumah tidak kondusif
Keberadaan ilmu akhlak itu
penting. Strong why itu penting, jangan sampai hanya karena pencitraan tapi
harus punya pondasi yang basicnya adalah syariat islam. Hal penting dalam Home
schooling yaitu jangan terlalu strict. Izinkanlah agar semuanya merasa nyaman
dan contionous improvement maupun continuous progress.
Perlu melakukan assessment ketika
akan melakukan home schooling sehingga tidak ada trauma, kebencian terpendam,
permasalahan, ketidakjujuran, dll. Jika masih ada permasalahan maka harus
diselesaikan dulu permasalahan-permasalahan itu. Anak yang cerdas memiliki
kemampuan lebih untuk memanipulasi orang lain. Kita harus selalu memberikan
pondasi keimanan dan ibadah pada keluarga kita. Setiap orang memiliki fasenya
masing-masing. Jangan sampe bersedih padahal memang karena fase anak yang berada
di fasenya saat ini.
Cara agar si ayah mau untuk ikut
berperan dalam pengasuhan si anak maka kuncinya yaitu membuat si ayah pride di
rumah (I am bos) with great power come great action. Dudukanlah pride positive
yang dibangun di rumah. Energi laki-laki itu pride. Maka angkat pride nya lalu
sedikit demi sedikit mintalah tanggung jawab. Kebanggaan si ayah pada anaknya.
Kalo ego suami drop maka dia akan malas untuk melakukannya. Berilah kesempatan
pada suami untuk mengajak anak bermain seharian, dan berilah pujian kepadanya.
Bicara homeschooling itu pertama
yang harus dibahas adalah visinya. Pahami tujuan dari homeschooling. Perhatikan
kurikulum diknas, setidaknya yang diujiankan maka dia harus lulus.
Anak-anak punya hak atas ijazah
yang harus diambil di usianya. Apa yang harus mereka kuasai di home schooling
dapat dipelajari dengan waktu singkat. Jika orang tua terlalu terobsesi
menemukan bakat maka ia akan mudah strees. Tapi cara mudahnya yaitu dengan
melihat kecenderungannya. Misal kecenderungannya akan entri poin pengembangan
dirinya.
Post a Comment
Post a Comment