MEMBANGUN CINTA
SETELAH MENIKAH
Ustadz Arif Rahman
Lubis_Kelas Pranikah Online
LIMA CARA
MEMBANGUN CINTA
·
Kata-kata yang baik
(komunikasi):
Ketika masih
single berusahalah untuk disiplin dalam berkata-kata. Rasulullah SAW sudah mengingatkan
bahwa kata-kata yang baik adalah sedekah. Ketika bersama dengan pasangan, perlu
kita sadari bahwa kita akan bersamanya selama 24 jam. Bagi yang masih single
jika ada kata-kata yang kurang baik (keluhan, umpatan, kebohongan, dll) mungkin
berdampak hanya untuk diri sendiri. Tapi Ketika kita sudah memiliki pasangan
maka akan berdampak juga pada pasangan. Ketika kita berkata kurang baik maka
dosanya dobel yaitu dosa mengeluarkan kata-kata yang kurang baik dan dosa
karena mendzolimi pasangan kita. Membangun cinta tidak bisa terwujud tanpa
adanya komunikasi yang baik dan komunikasi yang baik tidak bisa terwujud jika
kita tidak terbiasa disiplin dengan menggunakan kata-kata yang baik.
Ketika awal
menikah suami istri dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk memiliki panggilan
sayang. Awal menikah bicarakan yang ringan-ringan. Rasulullah SAW memanggil
istrinya dengan pujian kecantikan, variasi nama, dan panggilan yang
menyenangkan hati istrinya. Dibalik
kenikmatan pernikahan tentunya ada amanah yang besar pula. Panggilan sayang ini
juga bisa disiapkan sejak masih single sehingga ada progress menuju ke
pernikahan.
Kita harus tahu
kebaikan-kebaikan / kelebihan / sisi positif pasangan kemudian mengingat dan
memuji kebaikan-kebaikan pasangan. Tugas kita setelah menikah adalah mengingat-ingat
dan menggali kebaikan-kebaikan pasangan kita sembari kita berusaha untuk
bersabar, memaafkan, dan toleransi dengan kekurangan. Kita pahami kelebihan
pasangan dan mencoba merubah kekurangannya.
Belajarlah untuk
tidak mengeluh. Ketika kita dekat dengan orang yang mudah mengeluh maka kita
akan merasa tidak nyaman. Setidaknya kita belajar agar lisan kita tidak
mengeluh maka nanti hati kita bisa selalu postif. Jika kita masih terus
mengeluh maka dalam do’a selalu sisipkan do’a “Aku minta yang terbaik dari MU”.
Sehingga kita bisa enjoy, kalau itu sesuai dengan pilihan kita berarti itu yang
terbaik dan jika bukan berarti Allah SWT memberikan yang lebih baik. Jadi kita
bisa melihat sisi baik dari ketetapan Allah SWT.
·
Waktu berkualitas
Waktu
berkualitas bisa dilakukan dengan makan bersama, minum bersama, ibadah bersama,
naik kendaraan bersama, olahraga bersama, melihat hiburan bersama dll. Perlu
kita ingat bahwa pasangan kita bukanlah manusia super jadi jangan berharap
keluarga kita menjadi Baity Jannati tapi kita serahkan segala sesuatunya ke
pasangan. Jangan menaruh kebaikan keluarga kita hanya dalam hayalan kita tapi
saling berusahalah untuk mewujudkannya.
·
Sentuhan
Sentuhan ini
bisa dengan berbagai bentuk sentuhan, misalnya dengan menyisiri, menyiwaki,
mencium pipi istri, tidur satu selimut, mandi bersama, menyuapi makanan, memijat
dll.
·
Memberi hadiah
Ketika sudah
menikah maka sering-seringlah memberi hadiah.
Hadiah itu mengikat hati dan membuat kita saling mencintai. Bagi
perempuan mengirimkan pesan saja itu sudah termasuk bentuk cinta. Bentuk hadiah
itu bukan seberapa besarnya karena memberikan hadiah itu sudah menjadi poin
dari bentuk cinta. Laki-laki itu merasa dicintai ketika hadiah yang diberikan
itu bernilai / mahal meskipun hanya sesekali diberikannya sedangkan perempuan
merasa dicintai ketika sering diberi hadiah meskipun hadiahnya itu tidak mahal.
·
Tulus membantu
Suami isteri
hendaknya saling membantu untuk masuk surga. Istri yang meninggal dalam kondisi
suaminya ridha padanya maka surga bagi si istri, oleh karena itu seorang suami
bisa membantu istrinya masuk surga dengan cara meridhainya. Muslimah yang belum
menikah harus memperhatikan dan paham bahwa tujuan menikah yaitu agar bisa
masuk surga dari pintu mana saja. Yang mana untuk bisa masuk surga dari pintu
mana saja itu ada syaratnya yaitu menjaga sholat 5 waktu, menjaga puasa
Ramadhan, menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada
suaminya. Taat kepada suami ini akan mudah ketika suaminya taat kepada Allah
SWT dan akan repot Ketika suami tidak taat kepada Allah SWT. Itulah sebabnya mengapa penting untuk
menerima lamaran dari orang yang baik akhlak dan agamanya. Karena lelaki yang
sholeh ketika ditaati pasti sesuai dengan ketaatan kepada Allah SWT. Jika kita
tidak mentaati suami yang sholeh berarti kita juga tidak mentaati Allah SWT. Bagi
laki-laki bisa dikatakan berakhlak terbaik ketika berakhlak baik kepada
keluarganya. Akan menjadi mudah ketika kita berakhlak baik kepada orang yang
berakhlak baik juga. Bagi laki-laki pilih lah perempuan yang baik agamanya agar
beruntung karena dengan memiliki istri yang sholehah maka amanahnya menjadi
lebih ringan.
Cinta itu bisa tumbuh ketika kita
memberikan kesempatan hati kita untuk menumbuhkan cinta. Kita punya kesempatan
untuk mendapatkan sesuai keinginan kita. Misal berjuang untuk tidak menerima perjodohan,
tapi qadarullah sudah dijodohkan maka kita juga harus bisa bersikap. Jika sudah
menikah karena perjodohan maka kita bisa berfikir dan meyakini bahwa Allah
sudah mentakdirkan kita untuk menikah dengan orang ini. Maka kita bisa bersikap
dengan menerima pasangan halal kita, yaitu dengan melihat kebaikan-kebaikan
pasangan kita lalu kita buka hati. Ketika seseorang tidak mencintai pasangan
halalnya karena perjodohan bisa jadi karena dia menutup hatinya dan tidak bisa
menerima takdir.
Ada aturan dalam membangun cinta
yaitu salah satunya ada kemauan untuk saling belajar dan mau menjadi orang yang
sholeh/sholehah. Ketika suami istri sama-sama mau belajar dan menjadikan agama
Islam ini sebagai pedoman maka membangun cinta menjadi lebih mudah. Standar
kesholehan seorang lelaki yang sudah menjadi suami yaitu akhlaknya kepada
pasangan dan keluarganya, maka lelaki ini harus mau untuk mengalah. Jika ada
seseorang yang standar bahasa cintanya hanya dengan sentuhan saja maka dia juga
perlu diingatkan bahwa Rasulullah mengajarkan bahasa cintanya dengan panggilan
sayang. Jadi ketika akan menikah pilihlah yang baik akhlak dan agamanya
kemudian setelah menikah sama-sama memperbaiki diri dan mau belajar serta
menjadikan agama sebagai pedoman, kemudian pahami karakter pasangan dan saling
toleransi. Inti menikah adalah seperti apa kita ingin dicintai maka seperti
itulah yang kita harus lakukan terlebih dahulu kepada pasangan.
Tidak boleh memanggil pasangan
dengan sebutan mamah papah, ayah ibu, umi abi, dll itu jika konteksnya
mengejek. Jika sudah menikah maka dianjurkan seperti yang diajarkan Rasulullah
yaitu memanggil pasangan halal kita dengan panggilan sayang (bukan dengan umi
abi, dll).
Mencintai seseorang sebelum
menikah itu tidak berdosa. Kata salah satu ulama bahwa jatuh cinta itu tidak
haram, apa yang kita lakukan karena mencintai itulah yang menyebabkan halal
atau haram. Tapi kalau ketika jatuh cinta lalu kita malamnya bergadang nonton drama 12 jam maka yang dosa itu bukan
jatuh cintanya tapi yang dosa itu karena menghabiskan waktu pada hal yang tidak
bermanfaat. Mencintainya tidak haram, tapi kemana-mana berdua lalu memegang
tangan dan menciumnya itulah yang membuat haram. Jika karena jatuh cinta itu
lalu kita berani untuk mengajaknya berta’aruf dan menikah dan proses menjemput
menikahnya dengan cara yang baik maka itu menjadi sesuatu yang baik, berkah,
dan berpahala. Jatuh cinta itu tidak salah.
Beberapa pakar pernikahan membuat
siklus/tahapan membangun cinta yaitu
·
Cinta romantis bagi yang
menikah karena ta’aruf namun pada orang yang berpacaran sebelum menikah maka
tahapan cinta romantic itu sudah dilalui saat masa berpacaran. Tahapan cinta
romantic ini harus kita jaga selama dan sejauh mungkin dengan menerima-menerima
kekurangan.
·
Tahapan kecewa (biasanya
awal-awal pernikahan ada turbulensi percekcokan dan konflik misal cemburu.
Ketika kita berada pada tahapan kecewa maka hal pertama yang harus kita lakukan
yaitu melihat pada diri kita sendiri bahwa kita memiliki banyak kekurangan.
Cukuplah pasangan kita disebut baik ketika dia memiliki 100 kelebihan dan 10
kekurangan. Jangan sampai kitanya memiliki 10 kekurangan lalu kita merasa
kecewa terhadap pasangan yang juga memiliki 10 kekurangan kecuali kekurangannya
itu tentang maksiat. Jika tidak ada kaitannya dengan maksiat maka sebaiknya di
toleransi. Ketika ada rasa kecewa maka secepat mungkin untuk diselesaikan
dengan cara berkomunikasi, membangun cinta, mawas diri bahwa kita juga memiliki
kekurangan, dan berusaha memperbaiki pasangan. Ketika tahapan kecewa ini sudah
bisa ditoleransi untuk sesuatu yang tidak berkaitan dengan maksiat dan bisa
dirubah untuk sesuatu yang berkaitan dengan maksiat maka tahap selanjutnya
adalah Tahap Memahami.
·
Pada tahap memahami ini
maka kita akan lebih stabil pernikahannya sehingga tidak berantem diurusan yang
remeh.
·
Lalu tahapan selanjutnya
adalah Tahapan Mencintai apa adanya. Ketika kita sudah memahami pasangan maka
kita akan mencintai apa adanya. Dalam pernikahan itu harus bersabar karena ada
tahapan, perjuangan dan ada proses untuk menuju kebaikan/perbaikan.
Ketika bermesraan tentunya ada
harga diri atau menjaga kewibawaan kita dan pasangan kita sebagai seorang
muslim. Ketika Rasululullah dan Ibunda Aisyah saling bertempelan pipi ketika
menonton opera di pelataran Madinah maka yang perlu kita pahami yaitu bahwa
terdapat batas kemesraannya dan orang-orang yang melihat yaitu orang-orang yang
secara penyakit hatinya itu terjaga. Misalnya kemesraannya tidak sampai
mencium. Jadi yang menjadi Batasan kita adalah kehormatan diri. Tapi misal kita
bermesraan dengan mencium pipi istri dll lalu disebarkan di sosial media yang
mana audience nya sangat beragam inilah yang menuai kritik. Jika ketika di
dunia nyata kita menjaga diri kita, tapi kenapa di medsos kita mengunggah
foto-foto kita secara lebih bebas padahal di sosial media itu orang melilhat
kita dengan jarak yang lebih dekat yang kemudian orang yang melihat mulai
berimajinasi/berfantasi dengan foto kita/wajah kita. Lalu Ketika kita melakukan
itu dimana letak muru’ah kita. Jangan terlalu aktif menyebarkan
kebaikan-kebaikan pasangan kita baik di sosial media maupun di dunia nyata,
karena dikhawatirkan banya lawan jenis yang menginginkan pasangan seperti
pasangan kita. Atau malah mereka menginginkan pasangan kita.
Cara untuk membangun rasa saling
percaya yaitu dengan menikmati romantismenya tapi siap-siap dengan kekecewaannya.
Jika kekecewaanny tidak berkaitan dengan bermaksiat maka toleransi, jika
kekecewaannya berkaitan dengan bermaksiat maka harus dihadapi dengan bersabar
terlebih dahulu karena kemasiatan kita juga bisa jadi lebih banyak lalu berusahalah
untuk merubah. Setelah bisa melaluinya maka insya Allah keluarga akan lebih
stabil dan enjoy dalam membangun cintanya.
Kita boleh menceritakan masa lalu
kita kepada suami/istri kita tapi ceritakan hal-hal yang umum saja, misal “Saya
adalah orang yang berhijrah, dulu saya orang yang melakukan kemaksiatan kepada
Allah dan banyak kekurangan. Tapi sekarang saya sudah mulai berhijrah. Andai
pun nantinya ditemui hal-hal itu hendaknya harap dimaafkan dan kita sama-sama
memperbaiki diri” Sudah cukup menjelaskan seperti itu saja karena kita perlu
tahu bahwa kita tidak perlu mengorek-ngorek aib yang ditutup oleh Allah SWT dan
tidak usah menceritakan aib yang sudah ditutup oleh Allah SWT. Contoh
mengorek-orek atau menceritakan aib yaitu tanya tentang mantan pacar, sosmed
mantan pacarnya, dll. Karena jika menceritakan aib yang sudah ditutup oleh
Allah itu yang semula tidak ada masalah nantinya malah bisa menjadi masalah,
misal setelah tahu akun sosmed mantan pacarnya lalu melihat akun instagramnya
lalu melihat like dll maka itu berpotensi untuk menjadi masalah padahal itu sudah
di tinggalkan. Jadi tidak perlu
menyampaikan secara detail tentang masa lalu kita kepada pasangan. Menikah itu
melihat diri pasangan kita dimasa kini dan masa yang akan datang.
Cemburu itu sebetulnya baik-baik
saja dan jika tidak cemburu itu malah aneh bagi pasangan yang sudah menikah.
Jika pasangannya dekat atau terlalu care dengan lawan jenis namun kita
tidak cemburu maka itu malah menjadi dosa. Orang-orang yang semakin lama usia
pernikahannya namun malah tidak harmonis itu karena dia tidak bisa masuk ke
fase setelah fase konflik/ fase kecewa. Dia malah terkunci di fase kecewanya.
Ketika dia merasa bahwa dia adalah korban maka segala tindakan dan perkataan
pasangannya adalah kekecewaan baginya sehingga tidak ada cinta disana. Atau bisa
jadi pasangan itu tidak mau berubah padahal seharusnya ribut karena masalah-masalah
sepele seperti lama makan, lama make up, penggunaan bahasa dan intonasi yang
berbeda, peletakan barang yang tidak rapih, dll itu harus sudah diselesaikan di
fase awal pernikahan dengan cara diri kita mau toleransi, memahami, dan
berubah. Semakin lama usia pernikahan maka kita juga harus menyadari bahwa kita
ada potensi untuk konflik ada potensi untuk kecewa lalu kita selesaikan semua
itu secepatnya sehingga kita bisa bergerak ke tahapan cinta yang lebih dalam.
Ketika pernah dekat dengan lawan
jenis namun tidak berjodoh kemudian ada rasa takut untuk membuka diri untuk
yang lain maka dalam do’a selalu sisipkan bagi Allah untuk memberikan yang
terbaik dalam kehidupan kita walaupun itu tidak sesuai dengan harapan kita. Kita
juga harus beriman bahwa segala sesuatu yang telah Allah tetapkan itu atas
persetujuan Allah SWT. Jadi jangan mendramatisir segala sesuatunya dan jangan
membuat diri kita sendiri rugi akan hal itu. Contoh berdoa, “Ya Allah, aku
ingin menikah dengannya kalau itu yang terbaik, namun kalau itu tidak yang
terbaik maka berikan yang lebih baik.” Sehingga ketika tidak jadi menikah
dengan seseorang maka kita tetap bisa berprasangka baik kepada Allah dan Allah
itu sesuai prasangka hambanya. Ketika kita berprasangka baik maka biasanya
Allah ganti dengan yang lebih baik. Ketika kita susah move on maka kita
harus memperbaiki hubungan kita dengan Allah, prasangka kita kepada Allah diperbaiki,
segala suatu kesalahan yang ada pada proses yang lalu itu coba kita evaluasi
dan kita perbaiki.
Cara memulai komunikasi jika
salah satu pasangan memiliki gengsi yang tinggi itu mudah bagi yang sudah
menikah karena bisa dengan berbagai cara baik itu dicolek, diciprat air, diajak
jalan-jalan, ditransfer, dikasih ATM,
kita minta maaf, dengan memberi hadiah dll. Masing-masing orang memiliki
titik kelemahan yang berbeda jadi tidak bisa disama ratakan caranya untuk
memulai komunikasi.
Long Distance Married adalah
kondisi yang kurang ideal, jika jangka waktunya terlalu lama maka sarannya
adalah mengalah untuk turut membersamai pasangannya di penempatan tugas kerjanya.
Karena kondisinya tidak ideal maka yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan yang
tidak ideal tadi. Misalnya dengan video call setiap hari dan ketika pasangan
pulang ke rumah maka agendakan khusus untuk quality time saja bersama keluarga
inti. Karena, jika waktu kepulangan pasangan dihabiskan tidak dikhususkan untuk
quality time bersama keluarga inti maka yang dikhawatirkan yaitu
hubungan yang terjadi di keluarga inti menjadi hambar.
Ketika perselingkuhan yang berupa
dosa besar dan dilakukan terus menerus tanpa ada keinginan untuk berubah maka
sebaiknya berpisah. Ketika pasangan selingkuh biasanya yang salah tidak hanya
satu pihak tapi pihak yang diselingkuhi juga harus mengevaluasi. Selama
pasangann itu sama-sama sadar, mau mengakui, biasanya kesempatan untuk
memperbaiki itu masih ada.
KESIMPULAN
·
Cara-cara yang dibahas
adalah cara teknis, selain itu jika kita ingin menguatkan ikatan cinta kita
dengan pasangan maka kuatkan ikatan cinta dengan Allah. Jika suami makin dekat dengan
Allah dan istri makin dekat dengan Allah, maka hati suami istri ini akan dijaga
oleh Allah dan hati mereka akan semakin didekatkan oleh Allah SWT.
·
Imam Malik mempunyai sebuah
kata-kata indah
“Segala sesuatu
yang Lillah (karena Allah) maka pasti abadi.”
·
Jika kita ingin cinta kita
dengan pasangan kita abadi sampai di surga maka pastikan cinta itu Lillah.
Kenapa kita berkata-kata yang baik pada istri kita? Itu karena Allah. Kenapa
kita memuji kebaikan istri kita? Itu karena Allah. Kenapa kita ajak pasangan
kita olahraga bareng? Itu karena Allah. Kenapa kita memberikan hadiah kepada
pasangan kita? Itu karena Allah. Kenapa kita membantu istri kita mengenai
urusan rumah tangga? Itu karena Allah. Kenapa kita membantu suami kita untuk mendidik
anak? Itu karena Allah. Ketika seorang suami mengikhlaskan niatnya mencintai
istrinya karena Allah dan Ketika istri mengikhlaskan niatnya mencintai suaminya
karena Allah maka yang menjaga cinta itu adalah Allah dan yang mengikat cinta
itu sampai ke surga adalah Allah. Yang mencintai
karena Allah maka cintanya abadi sampai ke surga.
Sumber Gambar: Pinterest
Post a Comment
Post a Comment