KHITBAH & NIKAH_Ustadzah Meti_Tugas 7_FIQIH KELUARGA 3_Bengkel Diri Level 2_
CATATAN
Istilah ta’aruf (saling mengenal
antar pihak) sebetulnya bukan proses yang dikenal di dalam Islam. Jadi, ta’aruf
yang mau kita lakukan itu yang ada dalilnya adalah ta’aruf setelah khitbah.
Setelah khitbah kita mendapatkan kepercayaan dari walinya untuk mengenal lebih
jauh calon yang akan kita nikahi. Tapi tetap saja dalam ta’aruf ini tidak boleh
ada interaksi yang bertentangan dengan hukum syariat misal tidak boleh
berkhalwat, tidak boleh membahas hal-hal yang porno, dll.
KHITBAH
- Khitbah: tholabun nikaah >>>
mengungkapkan keinginan untuk
menikah dengan seseorang tersebut
- Pemberitahuan disampaikan kepada perempuan tersebut
dan walinya
- Yang berhak menerima/menolak khitbah adalah wanita
yang bersangkutan, bukan walinya
- Kecuali wanita tersebut telah mewakilkan jawaban
pada walinya. Contoh: si wanita
menyampaikan pada walinya: “ Ayah, siapapun yang datang pada Ayah
untuk mengkhitbah saya dan Ayah setuju maka saya juga setuju.”
TABATTUL
- Tabattul >>> Memutuskan untuk tidak
menikah (memutuskan untuk terus membujang) dan menjauhkan diri dari
kenikmatan pernikahan semata-mata untuk focus beribadah saja
- Tabattul ini hukumnya makruh (dibenci oleh Allah
SWT) sehingga belum sampai haram
ISLAM MENGANJURKAN
BAHKAN MEMERINTAHKAN DILANGSUNGKANNYA PERKAWINAN
Dari Abu Hurayrah RA
dari Nabi SAW, beliau bersabda:
“Ada tiga golongan
orang yang wajib bagi Allah untuk menolong mereka: seorang mujahid (yang sedang
berperang) di jalan Allah; orang yang menikah karena ingin menjaga kehormatan;
dan mukatab (budak yang mempunyai perjanjian dengan tuannya untuk menebus
dirinya sehingga merdeka) yang ingin membayar tebusan dirinya.”
(HR. Al Hakim dan Ibn
Hibban)
ISLAM MELARANG
SESEORANG HIDUP MEMBUJANG (TABATTUL)
Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh:
“Rasulullah tidak
mengizinkan Utsman bin Madz’un untuk tabattul, kalau seandainya beliau
mengizinkan tentu kami akan tabattul meskipun (untuk mencapainya kami harus)
melakukan pengebirian”
(HR. Bukhori No. 5073
dan Muslim No 1402)
WANITA YANG
DIANJURKAN ISLAM UNTUK DINIKAHI
- Wanita yang baik agamanya
- Wanita yang masih gadis/perawan
- Wanita yang subur keturunannya
CATATAN
1. Kebiasaan di masyarakat, bahwa mencari calon harus yang sekufu
(orang kaya dengan orang kaya, lulusan S2 dengan S2, keturunan raja dengan
keturunan raja, dll) sebenarnya tidak dikenal sama sekali di dalam syariat
Islam. Kenapa? Karena tidak terdapat 1 nash pun (QS. Al-Qur’an dan As Sunnah)
yang menunjukkan harus sekufu dalam perkawinan dan bertentangan dengan sabda
Rasulullah SAW
“Tidak ada
keutamaan bagi orang Arab atas orang nonArab, kecuali dengan ketakwaan.” (HR
Ahmad)
2. Allah SWT memperbolehkan bagi pria Muslim untuk menikahi wanita
Ahlul Kitab (Yahudi &Nasrani)
3. Islam melarang secara mutlak seorang wanita Muslimah dinikahi
oleh pria Ahlul Kitab. Jika telah terjadi, maka perkawinannya adalah batil
(tidak sah).
4. Islam melarang secara mutlak pria muslim/wanita muslim menikahi
pria musyrik/wanita musyrik. Jika telah terjadi, maka perkawinannya adalah
batil (tidak sah).
5. Pergaulan suami-isteri adalah pergaulan persahabatan (sahabat
sejati dalam segala aspek) yang memberikan ketentraman dan kedamaian satu sama
lain
6. Tujuan pernikahan bukan sekedar melangsungkan keturunan dan
terciptanya keluarga samara, tapi juga manusia bisa bersyukur atas nikmat-Nya
dan mengagungkan-Nya
7. Agar pernikahan itu menjadikan seorang suami atau isteri merasa
tenteram dan damai di sisi pasangannya maka keduanya harus saling cenderung
(mendekati) bukan saling menjauh
HAK ISTERI
- Isteri memiliki beberapa hak terhadap suami
sebagaimana hak suami terhadap isteri
- Mendapatkan nafkah
- Dipergauli secara ma’ruf
HAK SUAMI
- Suami berhak ditaati oleh isteri
- Hak suami untuk mendidik isterinya etika nusyuz
terhadap suaminya
CATATAN
- Kepemimpinan suami bukan berarti suami memiliki
kekuasaan dan hak memerintah secara mutlak karena isteri berhak memberi
masukan
- Kepemimpinan pengaturan dan pemeliharaan rumah
tangga diserahkan kepada suami
KEWAJIBAN ISTERI
- Berkhidmat/melayani suami
- Mengurus rumah/ tugas domestik
CATATAN
- Isteri wajib melayani dan mengurus suami sesuai
kemampuannya. Jika pekerjaannya mendatangkan kesusahan bagi isteri maka
suami wajib membantu meringankan.
- Rasulullah mengingatkan para wanita agar mandiri
melakukan pekerjaan rumah dan tidak merepotkan suaminya bila mereka
sendiri mampu melakukan hal itu
- Inilah ladang amal sholih yang wajib para isteri
tunaikan. Hal ini bukanlah ‘urf/adat melainkan ketetapan nash syara’. Tak
ada alasan untuk menolak mengerjakan tugas tersebut dengan alasan bahwa
hal itu ‘urf apalagi berdalih itu tidak termasuk tugas seorang isteri
- Menelantarkan tugas rumah tangga adalah kemaksiatan
di sisi Allah SWT karena melalaikan kewajiban. Seorang isteri harus
berusaha sekuat tenaga mengerjakan tugas rumah tangga sebaik-baiknya
sehingga rumah menjadi tempat berkumpul yang menyenangkan
KEHIDUPAN
SUAMI-ISTERI YANG SAKINAH AKAN TERWUJUD MANAKALA
- Masing-masing memahami tujuan pernikahan
- Suami mempergauli isterinya dengan cara ma’ruf
sebagaimana isteri juga mempergauli suaminya dengan ma’ruf
- Tertunaikan hak dan kewajiban masing-masing
pasangan sebagai bagian pelaksanaan syariat Allah SWT
Post a Comment
Post a Comment