FIQIH SHALAT &
PENGANTAR PERBEDAAN MADZHAB
Ustadzah Meti
Astuti_Materi 1_Muamalah Muslimah_
SAMAKAN FREKUENSI
1. Definisi Mazhab
- Secara etimologi artinya pendapat
- Secara terminologi menurut A. Hasan yaitu sejumlah
fatwa atau pendapat-pendapat seorang alim ulama besar dalam urusan agama
baik dalam masalah ibadah maupun masalah lainnya.
2. Rekomendasi Literatur: Asbab
Ikhtilaf Al Fuqaha (Dr. Abdullah bin AbdulMuhsin At Turky), Bidayatul Mujtahid
(Ibnu Rusyd), Kitab Fiqh Empat Mazhab (Abd-ur-Rahman bin Muhammad ‘Awd
Al-Jazeeri), (Prof. DR. Mahmud Syaltut & Prof. M. Ali al-Sayis), Tarikh
Tasyri’ (DR. Rasyid Hasan Khalil), Al Fiqh ‘Ala Al Madzhaahib Al Khamsah
(Muhammad Jawad Mughniyah), Pengantar Perbandingan Mazhab (Prof. DR. Huzaemah
T. Yanggo)
3. Madzhab dan Alasan Perbedaan
menurut Isma’il Muhammad Misy’al Atsar al-Khilaf al-Fiqh fi al-Qawaid
al-Mukhtalif fiha yaitu Perbedaan dalam penggunaan kaidah ushuliyah dan
penggunaan sumber-sumber istinbath (penggalian) lainnya, Perbedaan yang
mencolok dari aspek kebahasaan dalam memahami suatu nash, Perbedaan dalam
ijtihad tentang ilmu hadis, dan Perbedaan tentang metode kompromi hadis (al-jam’u)
dan mentarjihnya (al-tarjih) yang secara zahir makananya bertentangan
4.Hukum syara’ adalah
seruan/firman dari Allah yang terkait dengan perbuatan-perbuatan para mukallaf,
baik berupa tuntutan, pemberian pilihan, penetapan sesuatu sebagai pengatur
hukum. Hukum syara’ mengandung 2 hukum yaitu taklifi & wadh’iy
5. Hukum taklifi yaitu hukum
untuk mengatur perbuatan manusia dengan tuntutan (thalab) dan pemberian pilihan
(takhyir).
6. Hukum wadh’iy yaitu
hukum-hukum untuk mengatur hukum taklifi
- Tuntutan tegas yang wajib dan haram
- Tuntutan tidak tegas yang sunah dan makruh
- Pemberian Pilihan: mubah
7. Hukum Wadh’iy membahas tentang
sebab, syarat, mani’, azimah-rukhsoh, sah-fasad-batal
8. Wajib & Fardhu menurut
jumhur ulama (selain ulama mazhab Hanafi) artinya sama. Menurut ulama
Hanafiyah, fardhu adalah apa-apa yang diteetapkan berdasarkan dalil qath’I
(qath’I tsubut dan qath’I dalalah), seperti zakat. Sedangkan wajib adalah
apa-apa yang ditetapkan berdasarkan dalil zhanni, seperti zakat fitrah. (M.
Husain Abdullah, Al Wadif fi Ushul Al Fiqh, hlm.221)
9. Wajib terdiri dari wajib
mutlak, wajib muqayyad (wajib muwassa’ & wajib mudhayyaq), wajib mu’ayyan,
wajib mukhayyar, wajib ‘ain, wajib kifayah, wajib muhaddadul miqdar, wajib
ghair muhaddad al miqdar.
10. Kaidah dari “ maa laa
yatimmul wajibu illa bihi fahuwa waajib” yaitu sesuatu dapat menjadi wajib jika
tanpa sesuatu itu akan mengakibatkan suatu kewajiban tidak terlaksana.
11. Mandub dapat didefinisikan
apa-apa yang pelakunya dipuji dan diberi pahala dan tidak dicela bagi yang
tidak melakukannya. Istilah lain dr mandub yaitu sunnah, nafilah, mustahab,
tathawwu.
12. Walaupun tidak wajib, tapi
muslim dianjurkan memperbanyak yang mandub. Hikmah mengerjakan yang mandub,
antara lain menghapus dosa. (QS. Huud:114)
13. Ada kalanya perbuatan mandub
bagi orang per orang, tapi wajib bagi umat keseluruhan, misal: nikah.
14. Haram dapat didefinisikan
apa-apa yang pelakunya dicela dan berhak mendapat siksa serta bagi yang
meninggalkannya mendapat pahala. Istilah lainnya yaitu mahzhuur atau hazhar.
Pembagian haram yaitu haram li dzatihi dan haram li ghairihi.
15. Makruh merupakan perbuatan
yang jika ditinggalkan akan mendapat pahala dan tidak disiksa jika dikerjakan.
Contohnya yaitu boros. Makruh menurut ulama hanafiyah ada dua yaitu makruh tahriim dan makruh tanziih.
16. Jumhur ulama menetapkan bahwa
perbuatan yang berhak mendapat siksa lebih tepat digolongkan kepada haram,
bukan makruh.
17. Mubah itu bukan berarti
sesuatu yang tidak ada dalilnya, melainkan sesuatu yang ada dalil yang
menunjukkan kemubahannya.
18. Hukum asal mengenai
benda-benda adalah boleh, selama tak terdapat dalil yang mengharamkan
RUKUN SHALAT
Shalat secara Bahasa adalah do’a.
Pengertian syariat yang dirumuskan para fuqaha’ adalah beberapa ucapan dan
beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir, diakhiri salam dengan maksud
beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan
- Mazhab Hanafi: Takbiratul Ihram, Berdiri, Membaca
Al-Fatihah, Ruku’, Sujud, Duduk Tasyahud Akhir
- Mazhab Maliki: Niat, Takbiratul Ihram, Berdiri,
Membaca Al-Fatihah, Ruku’ (Sunnah membaca
Tasbih), I’tidal/ Bangun dari Ruku’, Sujud, Duduk antara 2 sujud,
Duduk tasyahud akhir, Membaca
Shalawat Nabi, Salam, Tertib
- Mazhab Syafi’i: Niat, Takbiratul Ihram, Berdiri,
Membaca Al-Fatihah, Ruku’ (Sunnah membaca tasbih), I’tidal/Bangun dari
Ruku’, Sujud, Duduk antara 2 sujud, Duduk tasyahud akhir, membacatasyahud
akhir, membaca shalawat Nabi, Salam, Tertib.
Shalat dalam 4 madzhab
- Niat semua ulama Mazhab sepakat bahwa mengungkapkan
niat dengan kata-kata tidaklah diminta (Mughniyah; 2001)
- Ibnu Qayyim dalam bukunya Zadul Ma’ad, sebagaimana
yang dijelaskan dalam jilid pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu
Qudamah: Nabi Muhammad SAW bila menegakkan shalat, beliau langsung
mengucapkan “Allahu Akbar” dan beliau tidak mengucapkan apa-apa
sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali (Mughniyah:2001)
TAKBIRATUL IHRAM
- Maliki & Hambali : “Allahu Akbar” (Allah Maha
Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya.
- Syafi’i: Boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan
“Allahu Al-Akbar”
- Hanafi: boleh dengan kata-kata lain yang
sesuai/sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-Adzam”
dan “Allahu Al-Ajal” (Allahu Yang Maha Agung & Allah Yang Maha Mulia).
(Mughniyah: 2001)
- Semua ulama mazhab sepakat: syarat takbiratul ihram
adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan
berdiri; dan dalam mmengucapkan kata
“Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara
keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli
QIYAM: BERDIRI
- Semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam
shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul Ihram sampai ruku’,
harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat dengan duduk. Bila tidak
mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagaian kanan, seperti
letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan
badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi .
- Hanafi berpendapat: siapa yang tidak bisa duduk, ia
boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga
isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat.
- Hanafi: bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak
mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus
melaksanakannya (meng qadha’ nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu
yang menghalanginya.
- Maliki: bila smp seperti ini, maka gugur perintah
shalat terhadapnya & tidak diwajibkan meng qadha’ nya.
- Syafi’I dan Hambali: shalat itu tidaklah gugur
dalam keadaan apapun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak
matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan
menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu
untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan
shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.
RUKU
- Semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib
di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya
ber-thuma’ninah di dalam ruku, yakni ketika ruku’ semua anggota badan
harus diam, tidak bergerak.
I’TIDAL
- Hanafi: tidak wajib mengangkat kepala
dari ruku’ yakni I’tidal (dalam keadaan berdiri). (Mughniyah:2001) Dibolehkan untuk langsung sujud, namun
hal itu makruh, namun hal itu makruh.
- Mazhab-mazhab yang lain: wajib
mengangkat kepalanya & ber i’tidal, serta disunahkan membaca tasmi’
SUJUD
- Semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud
itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Mereka berbeda pendapat
tentang batasnya. (Mughniyah: 2001)
- Maliki, Syafi’I, & Hanafi: yang
wajib (menempel hanya dahi, sedangkan yang lain lainnya adalah sunnah
- Hambali: yg wjb itu smw anggota yg 7
(dahi, 2 telapak tangan, 2 lutut, & ibu jari 2 kaki) secara sempurna.
Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi
delapan.(Mughniyah:2001).
- Hanafi: tidak diwajibkan duduk
diantara dua sujud itu.
- Mazhab-mazhab yang lain: wajib duduk
diantara 2 sujud
TAHIYAT
- Tahiyyat: tahiyyat di dalam shalat
dibagi menjadi 2 bagian. Pertama yaitu tahiyyat yang terjadi sete lah 2
rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan tidak
diakhiri dengan salam salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri
dengan salam, baik pd shalat yg dua rakaat, tiga, atau empat rakaat
- Hambali: Tahiyyat pertama itu wajib.
Mazhab-mazhab lain: hanya sunnah.
- Syafi’I dan Hanbali: Tahiyyat terakhir
adalah wajib. Maliki & Hanafi: hanya sunnah, bukan wajib
SALAM
- Syafi’I, Maliki, & Hambali:
mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi: mengucapkan salam adalah tidak
wajib (Bidayatul Mujtahid Jilid I, halaman 126)
- Hambali: wajib mengucapkan salam dua kali, sedangkan yang lain
hanya mencukupkan 1 x saja yg wajib.
- Kalimat salam semua mazhab sama yaitu
“ Assalamu’alaikum warahmatullaah”
Post a Comment
Post a Comment