PROBLEMATIKA KEHIDUPAN
BERUMAH TANGGA
Komunikasi adalah hal yang sangat
penting dalam kehidupan berumah tangga. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa
komunikasi tidak hanya berbentuk komunikasi verbal saja. Komunikasi yang
beraneka ragam ini dapat menjadi suatu seni dalam berkomunikasi sekaligus dapat
memicu konflik. Hal ini dapat diperumit dengan adanya perbedaan pendapat dalam
komunikasi. Hal yang perlu kita sadari ketika menghadapi suatu konflik yaitu
kita tidak perlu menghindari konflik tersebut, karena ada konflik yang bersifat
positif yang dapat meningkatkan kualitas hubungan berumah tangga. Konflik dapat meningkatkan kesadaran tentang
adanya masalah dalam hubungan tersebut, dapat memberikan kekuatan dan motivasi
dalam menghadapi masalah, dapat membuat keputusan yang lebih baik, dapat
membantu kita untuk memahami dan mengerti diri kita sendiri, dan dapat memperdalam
suatu hubungan.
Biasakan dalam rumah tangga kita
jika ada masalah kecil komunikasikan, meski masing-masing sedang sibuk maka
sempatkanlah, jangan memendam masalah, karena memendam masalah akan
membahayakan bagi keberlangsungan hidup berumah tangga. Dalam kehidupan berumah
tangga akan menemui banyak problematika yang akan terjadi, diantaranya yaitu:
1. Problematika Ekonomi
Salah satu
problematika ekonomi yang muncul yaitu mengenai istri yang bekerja atau tidak.
Hal ini harus dijelaskan sejak sebelum menikah apakah istri boleh bekerja atau
tidak, berkarya atau tidak, dll. Sebetulnya istri bekerja itu diperbolehkan
namun tugas utama seorang wanita itu mengurus suami dan mendidik anak-anak.
Setelah tugas pokok terpenuhi, maka wanita pun boleh keluar rumah bahkan bekerja
yang sesuai dengan syariat islam.
2. Sebaik-baik tempat wanita adalah rumah
Allah SWT
berfirman “Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyyah yang dahulu.” (QS. Al Ahzab: 33).
Yang dimaksud dengan ayat ini adalah hendaklah wanita berdiam di rumahnya dan
tidak keluar kecuali jika ada kebutuhan dan diizinkan oleh suami. Dan perlu
ditekankan kewajiban mencari nafkah bukanlah jadi tuntutan bagi wanita.
3. LDM (Long Distance Marriage)
Pasangan yang
sudah menikah sebaiknya tidak melakukan LDM. Karena Ketika sudah menikah
maka istri sebaiknya mengikuti kemanapun seorang suami pergi. Seorang
suami dalam mengambil keputusan juga harus memahami bagaimana pikiran dari
pasagannya dan sebaliknya. Suatu pasangan tidak boleh tidak bertemu sama sekali
dengan pasangannya dalam kurun waktu yang begitu lama. Setidaknya mereka harus
bertemu dalam kurun waktu paling lama 4 bulan ( dalam keadaan darurat boleh 6
bulan). Karena batas waktu itulah yang merupakan waktu maksimum untuk seorang
istri dapat bertahan dalam perpisahan dengan suaminya.
4. Perselingkuhan
Berselingkuh
sama dengan berkhianat. Kendati perselingkuhan yang dilakukan hanya sebatas
ketidaksetiaan emosional, berhati-hatilah terhadap salah satu bentuk zina
karena dengan perbuatan tersebut pelakunya bisa juga melakukan zina hati yang
bisa menghantarkan pada sebenar-benarnya zina (zina kemaluan).
Pemicu
perselingkuhan:
a.
Minimnya pemahaman beragama
b.
Minimnya komitmen berumah
tangga dan kedewasaan berpikir dalam mempertahankan pernikahan
c.
Pergaulan bebas antara
laki-laki dan wanita
d.
Kurang tercapainya kepuasan
dalam perkawinan (marital dissatisfaction)
e.
Kepribadian narsistik
f.
Tidak menundukkan pandangan
g.
Ada “dayyuts” (pria yang
tidak memiliki rasa cemburu) di rumah Anda
h.
Bertebaran wanita yang
bertabarruj
i.
Bosan
j.
Pelarian dari tekanan
masalah dalam rumah tangga
5. Menyalahkan Pasangan
Sikap
menyalahkan pasangan merupakan bentuk pertahanan diri. Ketidakmauan dikoreksi
atau karena ingin menunjukkan “jika aku bisa salah, sesungguhnya engkau juga
sangat bisa salah, karenanya jangan salahkan aku.” Maka dari itu perlu adanya
tabayyun (mencari kejelasan) dan mendengar penjelasan pasangan. Ketika salah
satu pasangan sedang mamrah maka sebaiknya salah satunya diam. Hal ini merupakan
salah satu upaya untuk menjaga ketentraman dalam berumah tangga.
6. Poligami
Dalam melakukan
pernikahan poligami kita harus melihat diri kita sendiri apakah kita termasuk
orang yang mampu berbuat adil atau tidak. Untuk bisa melihat diri sendiri
dengan tepat dan adil, ia memerlukan ilmu yang matang dan pengenalan diri yang
mendalam.
Note: Tulisan ini merupakan
rangkuman dari tulisan Setia Furqon Khalid
Post a Comment
Post a Comment